Hati-Hati! YOLO dan FOMO Membuat Pengaturan Keuangan menjadi Sulit
17 Maret 2023
Saat ini, banyak orang terjebak dalam tekanan sosial yang mengajarkan mereka untuk hidup sekali dan takut ketinggalan.
Kedua hal tersebut biasa dikenal sebagai YOLO (You Only Live Once) dan FOMO (Fear Of Missing Out).
Meskipun kedua konsep ini memotivasi seseorang untuk menikmati hidup dan berani mengambil risiko, namun bisa juga berdampak buruk pada pengaturan keuangan.
Apa itu YOLO?
YOLO merupakan singkatan dari You Only LIve Once, yakni sebuah prinsip hidup dimana seseorang bebas melakukan apapun. Tidak perlu memikirkan konsekuensinya di masa depan.
Hal tersebut berdasarkan bahwa hidup itu hanya sekali, dan akan terasa sia-sia perjalanan hidup tersebut apabila tidak bebas dalam menjalani kehidupan.
Alhasil, perjalanan hidup terjalani dengan semangat serta spontan, dan memanfaatkan setiap kesempatan dan momen yang ada.
Prinsip hidup ini memberikan efek positif, dan juga efek negatif. Namun, apabila terlalu menerapkan kehidupan YOLO di setiap lini kehidupan, maka tentunya efek negatif yang akan hadir.
Lalu, Bagaimana dengan FOMO?
FOMO atau Fear of Missing Out merupakan sebuah ketakutan akan keterlewatan suatu pengalaman. Simpelnya adalah ketakutan ketinggalan tren.
Hal yang menjadi penyebab munculnya rasa FOMO pada seseorang adalah akibat dari penggunaan media sosial.
Sebagai contoh, seseorang sedang menggunakan media sosial dan melihat tren yang sedang ramai, yakni pada ramai menggunakan sebuah barang branded. Dan ada salah seorang teman yang mengikuti tren tersebut
Kemudian, muncul sebuah rasa gengsi dan takut apabila tidak mengikuti tren tersebut maka akan ketinggalan zaman, tanpa memperhatikan efek baik-buruknya dalam kehidupan.
Mengapa YOLO dan FOMO Membuat Pengaturan Keuangan menjadi Sulit?
Melihat masing-masing pengertian pasti dari YOLO dan FOMO tersebut, maka jelas tampak bahwa kedua hal ini sangat mempengaruhi bagaimana bersikap pada pengaturan keuangan.
Bagaimana bisa?
Kebiasan YOLO dan FOMO akan membuat seseorang menjadi lebih konsumtif melebihi dari yang seharusnya. Pengeluaran yang tidak perlu terjadi, malah terjadi.
Tetapi, apabila tidak terealisasi, maka perasaan negatif akan hadir. Inilah efek buruk secara psikologis dari YOLO dan FOMO.
Ambil dari contoh sebelumnya tadi, tas branded yang dibeli karena orang-orang pada ramai membeli dan menggunakan tas tersebut, dan menjadi tren yang sedang ramai.
Tentu hal tersebut sangat mempengaruhi pengaturan keuangan, yakni membeli barang yang sebenarnya tidak perlu, tetapi tetap saja dibeli.
Alhasil, uang yang telah tergunakan tersebut telah habis demi tren alih-alih terpakai untuk memenuhi kebutuhan hidup yang penting.
Kemudian, efek yang paling buruk lainnya adalah sampai rela untuk berhutang padahal belum pasti akan bisa melunasinya atau tidak. Semua demi kehidupan yang hanya sekali dan takut ketinggalan tren.
Hal-hal inilah yang menjadi alasan mengapa YOLO dan FOMO ini membuat pengaturan keuangan menjadi sulit.
Awareness terhadap pengelolaan keuangan begitu minim, sehingga alokasi untuk kebutuhan, tabungan, dan investasi tidak pernah terpenuhi.
Oleh karena itu, YOLO dan FOMO ini patut menjadi perhatian lebih karena begitu banyaknya efek buruk terhadap pengaturan keuangan.